Transendent

A. PENDAHULUAN

1. Gambaran Materi yang di bahas

a. Qadariyah

            Qadariyah berasal dari kata ‘qadara’ yang berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan. Hal ini terlihat dalam pokok pikiran Qadariyah yang lebih menekankan pada kebebasan dan kekuatan manusia dalam menentukan atau mewujudkan perbuatan-perbuatannya tanpa ada campur tangan Tuhan. Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya, paham ini dikenal juga dengan ‘free will’. Tokoh utama aliran ini adalah Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi, kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar, namun keduanya juga mati terbunuh.

b. Jabariyah

            Kaum Jabariyah berpendapat sebaliknya dari Qadariyah, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini terikat pada Kehendak Mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariyah berasal dari kata ‘jabara’ mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa, paham ini biasa disebut juga fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qada dan qadar Tuhan. Tokoh utamanya adalah Ja’ad bin Dirham dan dilanjutkan oleh Jahm bin Sofwan yang kemudian mati terbunuh dalam pertempuran dengan tentara khalifah Bani Umayyah tahun 131 H.

2. Pedoman Mempelajari Materi

            Aliran Qadariyah dan Jabariyah, keduanya membahas masalah perbuatan manusia, namun punya perbedaan dalam penentuan hasil dari perbuatan itu, apakah manusia punya kebebasan sepenuhnya atau ada campur tangan Tuhan di dalamnya, untuk itu sebaiknya materi bahasan tentang Qadariyah dan Jabariyah ini dibaca secara menyeluruh mulai dari sejarah munculnya kemudian dilanjutkan dengan mempelajari pokok-pokok pikirannya serta usaha para tokoh-tokoh Qadariyah dan Jabariyah memperluas ajarannya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman materi ini, maka sebaiknya latihan-latihan dikerjakan.

3. Tujuan Pembelajaran

            Setelah materi ini selesai, diharapkan mahasiswa dapat
1)      Menjelaskan sejarah muncul dan berkembangnya aliran Qadariyah dan Jabariyah
2)      Menjelaskan pokok-pokok pikiran Qadariyah dan Jabariyah
3)      Menjelaskan perbedaan kedua aliran tersebut


B. KEGIATAN BELAJAR

1.       Materi perkuliahan

I.       Aliran Jabariyah

a)      Sejarahnya
Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas ketika Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah ibn Syu’bah (salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi, lalu Syu’bah menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat adalah yang artinya sebagai berikut :

Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu[1] (H.R Bukahri)

Dilihat dari segi pendekatan kebahasaan, Jabariyah berarti ‘keterpaksaan’ , artinya suatu paham bahwa manusia tidak dapat berikhtiar.[2] Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah fatalism atau predestination (segalanya ditentukan oleh Tuhan)[3]
Memang dalam aliran ini paham keterpaksaan melaksanakan sesuatu bagi manusia sangat dominan, karena segala perbuatan manusia telah ditentukan semula oleh Tuhan.
Ada dua tokoh di dalam paham Jabariyah sebagai pencetus dan penyebar aliran ini : Ja’ad Ibn Dirham (wafat 124 H) di Zandaq, dikenal sebagai pencetus paham Jabariyah.[4] Selanjutnya paham ini disebarluaskan oleh Jahm ibn Shafwan yang dalam perkembangannya paham Jabariyah menjadi terkenal dengan nama Jahmiyah.
Jahm Ibn Shafwan pada mulanya dikenal sebagai seorang budak yang telah di merdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kufah (Iraq). Aliran ini lahir di Tirmiz (Iran Utara). Jahm ibn Shafwan terkenal sebagai seorang yang pintar berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang lain.
 Perlu dicatat bahwa Jahm ibn Shafwan juga mempunyai hubungan kerja dengan al Harits ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani Umayyah di Khurasan
Perlawanan al Harits dapat dipatahkan, sehingga ia sendiri dijatuhi hukuman mati pada tahun 128 H/ 745 M.[5] Sementara Jahm diperlakukan sebagai tawanan yang pada akhirnya juga dibunuh.
Pembunuhan pada dirinya bukan karena motif mengembangkan paham Jabariyah, tetapi karena keterikatannya dangan pemberontakan melawan pemerintahan Bani Umayyah bersama dengan al Harits.
Pembunuhan Jahm Ibn Shafwan kurang lebih dua tahun setelah kematian al Harits yakni pada 747 M, yang pada saat itu pemerintah Bani Umayyah dipimpin oleh Khalifah Marwan bin Muhammad (744 – 750 M).[6] 

b)      Pokok- pokok paham Jabariyah
Paham Jabariyah bertolak belakang dangan paham Qadariyah. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.
Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah : Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan oleh dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.[7] Pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat dalam al Qur’an, seperti QS. Al Anfal yang terjemahnya :

Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan di dalam buku sebelum kamu wujud

Jika seseorang menganut paham ini, akan menjadikan ia pasrah, tidak ada kreatifitas dan semangat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat, sehingga tetap terbelakang.           

II.   Aliran Qadariyah

a)      Sejarahnya
Mazhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran mazhab ini banyak persamaannya dengan ajaran Mu’tazilah. Mereka berpendapat sama tentang, misalnya, manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya, Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah swt.
Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi, kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar.[8]
Semasa hidupnya, Ma’bad al Juhani berguru pada Hasan al Basri, sebagaimana Washil bin Atha’ ; tokoh pendiri Mu’tazilah, Jadi, Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua sesudah Nabi, sedangkan Ghailan semula tinggal di Damaskus. Ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang tertarik dengan kata-kata dan pendapatnya. Ayahnya menjadi maula (pembantu) Usman bin Affan.
Kedua tokoh Qadariyah ini mati terbunuh, Ma’bad al Juhani terbunuh dalam pertempuran melawan al Hajjaj tahun 80 H. Ia terlibat dalam dunia politik dengan mendukung Gubernur Sajistan, Abdurrahman al Asy’ats, menentang kekuasaan Bani Umayyah. Sedangkan Ghailan al Dimasyqi dihukum bunuh pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M), yaitu khalifah dinasti Umayyah yang ke-sepuluh. Hukuman bunuh atas Ghailan dilakukan karena ia terus menyebarluaskan paham Qadariyah yang dinilai membahayakan pemerintah. Ghailan gigih menyiarkan paham Qadariyah di Damaskus sehingga dapat tekanan dari Khalifah Umar bin Abdul Azis (717-720 M). Meskipun mendapat tekanan, Ghailan tetap melakukan aktivitasnya hingga Umar wafat dan diganti oleh Yazid II (720-724 M).
Ditinjau dari segi politik, keberadaan Qadariyah merupakan tantangan bagi dinasti Bani Umayyah  sebab dengan paham yang diseberluaskannya dapat membangkitkan pemberontakan. Dengan paham Qadariyah bahwa manusia mewujudkan perbuatannya dan bertanggung jawab atas perbuatan itu, maka setiap tindakan dinasti Bani Umayyah yang negatif akan mendapat reaksi keras dari masyarakat. Berbeda dengan paham Murji’ah yang menguntungkan pemerintah.[9]
Karena kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam perkembangannya paham ini tertampung dalam paham Mu’tazilah.

b)      Pokok-pokok Paham Qadariyah
Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, ia melakukan perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan itu adalah perbuatan baik maupun perbuatan buruk.[10]
Dalam paham ini manusia merdeka dalam segala tingkah lakunya, berdasarkan kemauan dan daya yang dimiliki. Dialah yang menentukan nasibnya, bukan Tuhan yang menentukan,   pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat al Qur’an, antara lain QS. Al Ra’d ayat 11:
 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/
Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu bangsa, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka

Paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.

2.      Latihan- latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini
1)      Jelaskan sejarah munculnya Qadariyah
2)      Siapa tokoh utama Qadariyah
3)      Jelaskan bagaimana tokoh Qadariyah menyebarkan ajarannya
4)      Jelaskan apa pokok-pokok pikiran Qadariyah
5)      Jelaskan sejarah munculnya Jabariyah
6)      Siapa tokoh utama Jabariyah
7)      Jelaskan bagaimana tokoh Jabariyah dalam menyebarluaskan ajarannya
8)      Jelaskan pokok-pokok pikiran Jabariyah
9)      Jelaskan perbedaan paham Qadariyah dan Jabariyah

3.      Rangkuman

            Doktrin Qadariyah pada dasarnya mengatakan bahwa segala tindakan manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri, manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan baik maupun perbuatan jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
            Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan memilih. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun diri manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik dan jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.

4.      Tes Formatif

1)      Jelaskan sejarah muncul dan berkembangnya aliran Qadariyah dan Jabariyah
2)      Jelaskan pokok-pokok pikiran Qadariyah dan Jabariyah
3)      Jelaskan perbedaan aliran Qadariyah dan Jabariyah

5.      Kata-kata Kunci

1)      Free Will
2)      Fatalism – Predestination
3)      Qudrah - Iradah  



[1] Al Islam., h. 203
[2] Al Munawir., h. 177.
[3] Al Mored., Cet. XX., h. 369.
[4] Ensiklopedi Islam, Jilid II., h. 499.
[5] Ibid., h. 499
[6] Ahmad Amin. op cit., h. 286-287.
[7] Ilmu Tauhid., h. 110.

[8] Ibid., h. 104.

[9] Ibid., h. 110.
[10] Tarikh al Firaq., h. 33.
0 Responses

Post a Comment