Transendent
oleh: akmal
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Algisy atau menipu adalah fenomena yang berkembang dewasa ini. Fenomena ini kadang dibaca sebagai moral yang terdegradasi sebab menipu pada dasarnya adalah budaya yang berorientasi negatif atau disebutkan juga sebagai akhlak yang tidak terpuji. Sedangkan moralitas jujur/adil, tidak menipu, sebaliknya dianggap sebagai kesejatian sikap, berbeda dengan prilaku menipu yang disebut sebagai sikap yang rendah. Oleh karena itu jika prilaku menipu berkembang dan dianggap sebagai hal yang biasa saja, sesuatu yang tidak menghawatirkan, maka perilaku menipu ini dianggap sebagai budaya yang degradatif.
Salah satu cara untuk menangkal degradasi budaya ini dan menyadarkan masyarakat bahwa prilaku menipu ini adalah moralitas yang rendah, adalah dengan menggali wawasan tentang apa yang dimaksudkan dengan algisy. Menggali tema algisy adalah ikhtiar membongkar permasalahan ini dengan tujuan agar masyarakat mampu memahami sejauhmana algisy tersebut didudukkan sebagai sebuah prilaku, sikap individu, atau kecenderungan psikologi ataukah sebuah fenomena antropologi social budaya dan ekonomi. Upaya ini adalah untuk mengetengahkan atau menghadirkan sebuah sikap pada masyarakat bahwa sesungguhnya prilaku algisy itu adalah kerendahan sikap dan sebaliknya bahwa kejujuran, keadilan adalah sejatinya sikap.
Pembongkaran mengenai apa yang dimaksud algisy, akan dilakukan dalam perspektif hadis nabawi. Lewat media hadis nabi tema tentang algisy, akan ditelusuri melalui teks-teks yang terbentuk di zaman tesebut dengan latar belakang algisy itu sendiri. Oleh karena itu makalah ini akan membahas masalah algisy dalam konteks kajian hadis maudui.
B. Rumusan Masalah
Sistematika makalah ini akan dibahas berdasarkan rumusan masalah yaitu, sejauhmana wacana algisy dalam perspektif hadis nabi? Dengan sub masalah sebagai beikut :
1. Apa yang dimaksud algisy dalam pespektif hadis nabi (tinjauan ontologis)
2. Bagaimana memahami algsy berdasarkan teks-teks hadis nabi (tinjauan epistemologis)
3. Bagaimana seharusnya kontekstualisasi dan implementasi algisy dalam kehidupan (tinjauan axiologis)
C. Defenisi Operasional
Algisy dari akar kata غشش, bahasa Arab yang semakna arti kata menipu/curang dalam bahasa Indonesia. Dalam Tesaurus bahasa Indonesia, kata tipu sepadan dengan; helat, kecoh; daya akal, kecerdikan, kelicikan, makar, muslihat mencurangi, licik, stratagem, tipu muslihat; menipu melabu, membekuk, memberaki, membodohi, membohongi, membuaya (ki), menyengkilit, menyemu. Algisy juga dapat bearti gharar yang mengandung arti ketidakjelasan, tipuan, yakni; Transaksi yang mengandung ketidakjelasan dan/atau tipuan dari salah satu pihak; seperti bai’ ma’dum (jual beli sesuatu yang belum ada barangnya). Dengan demikian algisy atau menipu, secara etimologi berarti, mengecoh, membodohi atau tipu muslihat atau perbuatan yang disengaja untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain, misalnya seseorang yang membuat pernyataan palsu, menyembunyikan atau menghilangkan bukti yang penting.
Algisy secara istilah berarti sebuah sikap atau prilaku seseorang atau kelompok yang tercela dan merugikan orang lain yang jika dikaitkan dengan pengertian akhlak, maka dapat ditarik sebuah defenisi istilah yang mengatakan bahwa alqsy adalah sikap atau kerakter yang membuat seseorang melakukan gisy tanpa pertimbangan dan pemikiran sebelumnya. Pengertian tersebut mengandung makna yang berdimensi psikologis yakni sebuah sikap kejiwaan yang ada dalam diri seseorang.
Pengertian inilah yang menjadi defenisi dari makalah ini untuk menelusuri lebih jauh peristiwa algisy di masa nabi. Kasus-kasus yang terjadi atau realitas gisy yang sempat direkam oleh teks hadis akan dilihat dari sudut pandang defenisi tersebut. Apakah ditemukan makna lain dari algisy dari hadis-hadis tesebut, akan dilihat pada konten hadisnya dengan pendekatan ontologis.
D. Metode dan pendekatan
Makalah ini adalah makalah hadis dengan metode maudui (tematik), yaitu membahas hadis berdasarkan tema algisy. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan [1] pendekatan ontologis yaitu mencari hakekat algisy berdasarkan hadis nabawi yang telah ditarjih [2] pendekatan epistemologis yaitu menelusuri sejauh mana hadis nabawi dalam memproduksi wacana algisy (metodologi) [3] pendekatan axiologis yaitu mengurai kontekstualisasi dan implementasi algisy dalam kehidupan kontemporer.

II. PEMBAHASAN
A. Takhij Hadis-hadis Nabawi Tentang Algisy
Secara etimologis, kata takhrij bermakna; [1] istinbath, yakni mengeluarkan dari sumbernya, [2] al-Tadrib, yakni latihan, [3] al-taujih, yakni pengarahan. Dalam kajian ini, makna kata takhrij yang dipergunakan adalah mengeluarkan. Dengan demikian, maka takhrij hadis pada makalah ini adalah kegiatan mengeluarkan atau pencarian hadis yang terkait dengan algisy melalui berbagai kitab-kitab hadis yang mu’tabar sebagai sumber asli hadis tersebut, yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap sanad dan matannya.
Makalah ini menggunakan metode takhrijul hadis billafdzi, yakni mencari hadis dengan mempergunakan salah satu atau lebih kata kunci (algisy) yang terdapat dalam matan hadis. Dalam proses mentakhrij hadis- hadis nabi tentang algisy, secara operasional penulis menggunakan kitab al-Mu'jam al-Mufahras li Alfdz al-Hadits oleh A.J. Weinsinck, (Leiden: Maktabah Brill, 1926), J. V, h. 515-518 dan CD digital al- maktabah al-Syamilah, melalui kata gasyasya ,gasyan, gaasya, gasyia dan derivasinya.
Berdasarkan takhrij yang dilakukan, maka penulis menemukan hadis-hadis algisy sebanyak 28 redaksi dengan jumlah 91 hadis berikut ini :
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
سنن الدارمى - (ج 8 / ص 86) 2596, ; سنن ابن ماجه - (ج 2 / ص 749) 2224; مسند أحمد بن حنبل - (ج 2 / ص 50)5113; مسند أحمد بن حنبل - (ج 2 / ص 417) 9385, مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 466) 15871; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 69) 294
غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ
سنن الدارمى - (ج 9 / ص 63) 2852; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 87) 380; صحيح مسلم - (ج 6 / ص 9) 4834
إني لم أفعله غشا لرسول الله
مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 350) 14816; مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 166) 12720; مسند أحمد بن حنبل - (ج 2 / ص 19) 4700; مسند أحمد بن حنبل - (ج 2 / ص 51) 5123; سنن النسائي - (ج 6 / ص 435) 3364; مسند أحمد بن حنبل - (ج 6 / ص 219) 25883
إذا غشي أحدكم أهله
مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 28) 11243;
إذا غشي قرية بياتا
مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 236) 13506; مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 237) 13511
الرجل إذا غشي المرأة فسبقها
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 1211) 3151, 3699 ، 3723 ، 4210 , 3699
غشيني ضرب في صدري
مسند أحمد بن حنبل - (ج 5 / ص 127) 21209; صحيح مسلم - (ج 2 / ص 202) 1941
فلما غشيها من أمر الله ما غشيها
مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 128) 12323; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 99) 429
غشيه النعاس
سنن الترمذي - (ج 5 / ص 229) 3008; صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1662) 4286, 3841
مسند أحمد بن حنبل - (ج 4 / ص 29) 16404
غشي عليه فلما أفاق
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1613) , 4176 ، 4194 ، 4310 ، 5350 ، 5988 ، 6144 , 850 ; مسند أحمد بن حنبل - (ج 6 / ص 89) , ; 24627 ; صحيح مسلم - (ج 7 / ص 137) 6450
حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ
صحيح مسلم - (ج 7 / ص 125) 6391, 6391
فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِىَ عَلَيْهِ
سنن الدارمى - (ج 5 / ص 198) 1746, 1816, 4238, 2314; صحيح البخاري - (ج 2 / ص 676) 1816; سنن أبي داود - (ج 1 / ص 707), 2314
وجع أبو موسى وجعا فغشي عليه
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 436), 1234, 298,; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 70), 298 ;
فلما غشيناه قال لا إله إلا الله فضربناه
سنن أبي داود - (ج 2 / ص 51) 2643, ; صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1555), 4021, 6478 ; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 68), 288
تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِي
سنن النسائي - (ج 6 / ص 383), 3245 ; سنن أبي داود - (ج 1 / ص 695), 2284 ; مسند أحمد بن حنبل - (ج 6 / ص 412), 27368 ; صحيح مسلم - (ج 4 / ص 195), 3770 ; موطأ مالك - (ج 4 / ص 836), 2155
فلا يغشنا في مسجدنا
مسند أحمد بن حنبل - (ج 3 / ص 380), 15111 ; صحيح مسلم - (ج 2 / ص 80), 1283
ما لم تغش الكبائر
سنن ابن ماجه - (ج 1 / ص 345), 1086 ; سنن الترمذي - (ج 1 / ص 418), 214; مسند أحمد بن حنبل - (ج 2 / ص 484), 10290 ; صحيح مسلم - (ج 1 / ص 144), 572
فاغشنا به في مجالسنا
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1663), 4290, 2825
حتى تجلاني الغشي
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 312), 880 ; صحيح البخاري - (ج 1 / ص 358), 1005 ; مسند أحمد بن حنبل - (ج 6 / ص 345), 26970; صحيح مسلم - (ج 3 / ص 32), 2141 ; موطأ مالك - (ج 2 / ص 263), 643
فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ وَجَدَهُ فِى غَشِيَّةٍ
صحيح مسلم - (ج 3 / ص 40), 2176 ;
وتغشاني ما شاء الله
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 2447), 6262
لما ثقل النبي صلى الله عليه و سلم جعل يتغشاه
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 1619), 4193
والنبي صلى الله عليه و سلم متغش بثوبه
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 335), 944 ; صحيح البخاري - (ج 3 / ص 1298), 3337
فوجده في غاشية أهله
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 439), 1242
فخرت مغشيا عليها
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 1239), 3208 ; مسند أحمد بن حنبل - (ج 6 / ص 367), 27115 ; صحيح مسلم - (ج 7 / ص 152), 6513
Dari hadis-hadis tersebut lalu pemakalah melakukan klasifikasi dan menampilkan beberapa hadis algisy yang penulis anggap penting berikut ini:
1. Redaksi (penipu bukan golonganku) مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ – وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَارِىُّ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ مُحَمَّدُ بْنُ حَيَّانَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى حَازِمٍ كِلاَهُمَا عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِى صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا » .
2. Redaksi غَاشٌّ لِرَعِيَّتِه (Pemimpin yang menipu)
وَحَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو الأَشْهَبِ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ عَادَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزَنِىَّ فِى مَرَضِهِ الَّذِى مَاتَ فِيهِ فَقَالَ مَعْقِلٌ إِنِّى مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ لِى حَيَاةً مَا حَدَّثْتُكَ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ » .
3. Redaksi إني لم أفعله غشا لرسول الله (sesunguhnya saya tidak menipu rasul)

– حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا حجين ويونس قالا ثنا الليث بن سعد عن أبي الزبير عن جابر بن عبد الله أن حاطب بن أبي بلتعة كتب إلى أهل مكة يذكر : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أراد غزوهم فدل رسول الله صلى الله عليه و سلم على المرأة التي معها الكتاب فأرسل إليها فأخذ كتابها من رأسها وقال يا حاطب أفعلت قال نعم أما إني لم أفعله غشا لرسول الله وقال يونس غشا يا رسول الله ولا نفاقا قد علمت أن الله مظهر رسوله ومتم له أمره غير إني كنت عزيزا بين ظهريهم وكانت والدتي منهم فأردت أن أتخذ هذا عندهم فقال له عمر إلا أضرب رأس هذا قال أتقتل رجلا من أهل بدر ما يدريك لعل الله عز و جل قد اطلع على أهل بدر فقال اعملوا ما شئتم
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم
4. Redaksi لا أجد في نفسي لأحد من المسلمين غشا
مسند أحمد بن حنبل – (ج 3 / ص 166)
– حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرزاق ثنا معمر عن الزهري قال أخبرني أنس بن مالك قال كنا جلوسا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : يطلع عليكم الآن رجل من أهل الجنة فطلع رجل من الأنصار تنطف لحيته من وضوئه قد تعلق نعليه في يده الشمال فلما كان الغد قال النبي صلى الله عليه و سلم مثل ذلك فطلع ذلك الرجل مثل المرة الأولى فلما كان اليوم الثالث قال النبي صلى الله عليه و سلم مثل مقالته أيضا فطلع ذلك الرجل على مثل حاله الأولى فلما قام النبي صلى الله عليه و سلم تبعه عبد الله بن عمرو بن العاص فقال اني لاحيت أبي فأقسمت أن لا أدخل عليه ثلاثا فان رأيت ان تؤويني إليك حتى تمضي فعلت قال نعم قال أنس وكان عبد الله يحدث انه بات معه تلك الليالي الثلاث فلم يره يقوم من الليل شيئا غير انه إذا تعار وتقلب على فراشه ذكر الله عز و جل وكبر حتى يقوم لصلاة الفجر قال عبد الله غير اني لم أسمعه يقول الا خيرا فلما مضت الثلاث ليال وكدت ان احتقر عمله قلت يا عبد الله اني لم يكن بيني وبين أبي غضب ولا هجر ثم ولكن سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لك ثلاث مرار يطلع عليكم الآن رجل من أهل الجنة فطلعت أنت الثلاث مرار فأردت ان آوي إليك لأنظر ما عملك فاقتدى به فلم أرك تعمل كثير عمل فما الذي بلغ بك ما قال رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ما هو الا ما رأيت قال فلما وليت دعاني فقال ما هو الا ما رأيت غير اني لا أجد في نفسي لأحد من المسلمين غشا ولا أحسد أحدا على خير أعطاه الله إياه فقال عبد الله هذه التي بلغت بك وهى التي لا نطيق
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الشيخين
5. Redaksi أما إني لست بأغشهم لك
– حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى عن شعبة حدثني سماك بن حرب عن مصعب بن سعد أن ناسا دخلوا على بن عامر في مرضه فجعلوا يثنون عليه فقال بن عمر أما إني لست بأغشهم لك سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : إن الله تبارك وتعالى لا يقبل صدقة من غلول ولا صلاة بغير طهور
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره وهذا إسناد حسن
6. Redaksi غَشِيَ جَارِيَةً لِامْرَأَتِهِ
– أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَزِيعٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبَّقِ أَنَّ رَجُلًا غَشِيَ جَارِيَةً لِامْرَأَتِهِ فَرُفِعَ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنْ كَانَ اسْتَكْرَهَهَا فَهِيَ حُرَّةٌ مِنْ مَالِهِ وَعَلَيْهِ الشَّرْوَى لِسَيِّدَتِهَا وَإِنْ كَانَتْ طَاوَعَتْهُ فَهِيَ لِسَيِّدَتِهَا وَمِثْلُهَا مِنْ مَالِه ِ
7. Redaksi إذا غشي أحدكم أهله
– حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محاضر بن المورع ثنا عاصم بن سليمان عن أبي المتوكل عن أبي سعيد الخدري عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا غشي أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ وضوءه للصلاة
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح وهذا إسناد حسن
8. Redaksi إذا غشي قرية بياتا
– حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يعقوب ثنا أبي عن محمد بن إسحاق قال محمد حدثني يحيى بن الحرث الجابر قال حدثني حميد الطويل عن أنس بن مالك الأنصاري : ان رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا غشي قرية بياتا لم يغر حتى يصبح فان لم يسمع تأذينا للصلاة أغار
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح وهذا إسناد حسن من أجل محمد بن إسحاق

9. الرجل إذا غشي المرأة فسبقها

- حدثنا محمد بن سلام أخبرنا الفزاري عن حميد عن أنس
رضي الله عنه قال : بلغ عبد الله بن سلام مقدم رسول الله صلى الله عليه و سلم المدينة فأتاه فقال إني سائلك عن ثلاث لا يعلمهن إلا نبي ما أول أشراط الساعة وما أول طعام يأكله أهل الجنة ومن أي شيء ينزع الولد إلى أبيه ومن أي شيء ينزع إلى أخواله ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( خبرني بهن آنفا جبريل ) . قال فقال عبد الله ذاك عدو اليهود من الملائكة فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( أما أول أشراط الساعة فنار تحشر الناس من المشرق إلى المغرب وأما أول طعام يأكله أهل الجنة فزيادة كبد الحوت وأما الشبه في الولد فإن الرجل إذا غشي المرأة فسبقها ماؤه كان الشبه له وإذا سبق ماؤها كان الشبه لها ) . قال أشهد أنك رسول الله ثم قال يا رسول الله إن اليهود قوم بهت إن علموا بإسلامي قبل أن تسألهم بهتوني عندك فجاءت اليهود ودخل عبد الله البيت فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( أي رجل فيكم عبد الله بن سلام ) . قالوا أعلمنا وابن أعلمنا وأخيرنا وابن أخيرنا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( أفرأيتم إن أسلم عبد الله ) . قالوا أعاذه الله من ذلك فخرج عبد الله إليهم فقال أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله فقالوا شرنا وابن شرنا ووقعوا فيه
10. Redaksi غشيني ضرب في صدري
- حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد عن إسماعيل بن أبي خالد حدثني عبد الله بن عيسى عن عبد الرحمن بن أبي ليلى عن أبي بن كعب قال : كنت في المسجد فدخل رجل فقرأ قراءة أنكرتها عليه ثم دخل آخر فقرأ قراءة سوى قراءة صاحبه فقمنا جميعا فدخلنا على رسول الله صلى الله عليه و سلم فقلت يا رسول الله ان هذا قرأ قراءة أنكرتها عليه ثم دخل هذا فقرأ قراءة غير قراءة صاحبه فقال لهما النبي صلى الله عليه و سلم اقرأا فقرأا قال أصبتما فلما قال لهما النبي صلى الله عليه و سلم الذي قال كبر على ولا إذ كنت في الجاهلية فلما رأى الذي غشيني ضرب في صدري ففضت عرقا وكأنما أنظر إلى الله تبارك وتعالى فرقا فقال يا أبي ان ربي تبارك وتعالى أرسل إلى أن اقرأ القرآن على حرف فرددت إليه ان هون على أمتي فأرسل إلى أن اقرأه على حرفين فرددت إليه ان هون على أمتي فأرسل إلى أن اقرأه على سبعة أحرف ولك بكل ردة مسألة تسألنيها قال قلت اللهم اغفر لأمتي اللهم اغفر لأمتي وأخرت الثالثة ليوم يرغب إلى فيه الخلق حتى إبراهيم صلى الله عليه و سلم
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الشيخين
11. Redaksi فلما غشيها من أمر الله ما غشيها
- حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محمد بن أبي عدي عن حميد عن أنس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : انتهيت إلى السدرة فإذا نبقها مثل الجرار وإذا ورقها مثل آذان الفيلة فلما غشيها من أمر الله ما غشيها تحولت ياقوتا أو زمردا أو نحو ذلك
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الشيخين
12. Redaksi غشيه النعاس
- حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يونس ثنا شيبان وحسين في تفسير شيبان عن قتادة قال وثنا أنس بن مالك : ان أبا طلحة قال غشينا النعاس ونحن في مصافنا يوم بدر قال أبو طلحة وكنت فيمن غشيه النعاس يومئذ فجعل سيفي يسقط من يدي وآخذه ويسقط وآخذه قال
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الشيخين
13. Redaksi غشي عليه فلما أفاق
- حدثنا أبو اليمان أخبرنا شعيب عن الزهري أخبرني عروة ابن الزبير أن عائشة قالت
: كان رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو صحيح يقول ( إنه لم يقبض نبي قط حتى يرى مقعده في الجنة ثم يحيا أو يخير ) . فلما اشتكى وحضره القبض ورأسه على فخذ عائشة غشي عليه فلما أفاق شخص بصره نحو سقف البيت ثم قال ( اللهم في الرفيق الأعلى ) . فقلت إذا لا يجاورنا فعرفت أنه حديثه الذي كان يحدثنا وهو صحيح
14. Redaksi حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ

- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالاَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنِى مُصْعَبُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ نَزَلَتْ فِيهِ آيَاتٌ مِنَ الْقُرْآنِ - قَالَ - حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لاَ تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حَتَّى يَكْفُرَ بِدِينِهِ وَلاَ تَأْكُلَ وَلاَ تَشْرَبَ. قَالَتْ زَعَمْتَ أَنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بِوَالِدَيْكَ وَأَنَا أُمُّكَ وَأَنَا آمُرُكَ بِهَذَا. قَالَ مَكَثَتْ ثَلاَثًا حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ لَهُ عُمَارَةُ فَسَقَاهَا فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَى سَعْدٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى الْقُرْآنِ هَذِهِ الآيَةَ
15. Redaksi فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِىَ عَلَيْه
- حدثنا عبيد الله بن موسى عن إسرائيل عن أبي إسحق عن البراء رضي الله عنه قال
: كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم إذا كان الرجل صائما فحضر الإفطار فنام قبل أن يفطر لم يأكل ليلته ولا يومه حتى يمسي وإن قيس بن صرمة الأنصاري كان صائما فلما حضر الإفطار أتى امرأته فقال لها أعندك طعام ؟ . قالت لا ولكن أنطلق فأطلب لك وكان يومه يعمل فغلبته عيناه فجاءته امرأته فلما رأته قالت خيبة لك فلما انتصف النهار غشي عليه فذكر ذلك للنبي صلى الله عليه و سلم فنزلت هذه الآية { أحل لكم ليلة الصيام الرفث إلى نسائكم } . ففرحوا بها فرحا شديدا ونزلت { وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود }
16. Redaksi وجع أبو موسى وجعا فغشي عليه
- حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى الْقَنْطَرِىُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ أَنَّ الْقَاسِمَ بْنَ مُخَيْمِرَةَ حَدَّثَهُ قَالَ حَدَّثَنِى أَبُو بُرْدَةَ بْنُ أَبِى مُوسَى قَالَ وَجِعَ أَبُو مُوسَى وَجَعًا فَغُشِىَ عَلَيْهِ وَرَأْسُهُ فِى حَجْرِ امْرَأَةٍ مِنْ أَهْلِهِ فَصَاحَتِ امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَرُدَّ عَلَيْهَا شَيْئًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ أَنَا بَرِىءٌ مِمَّا بَرِئَ مِنْهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ .
17. Redaksi فلما غشيناه قال لا إله إلا الله فضربناه
حدثني عمرو بن محمد حدثنا هشيم أخبرنا حصين أخبرنا أبو ظبيان قال سمعت أسامة بن زيد رضي الله عنهما يقول بعثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى الحرقة فصبحنا القوم فهزمناهم ولحقت أنا ورجل من الأنصار رجلا منهم فلما غشيناه قال لا إله إلا الله فكف الأنصاري عنه فطعنته برمحي حتى قتلته فلما قدمنا بلغ النبي صلى الله عليه و سلم فقال ( يا أسامة أقتلته بعد ما قال لا إله إلا الله ) . قلت كان متعوذا فما زال يكررها حتى تمنيت أني لم أكن أسلمت قبل ذلك اليوم
18. Redaksi تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِي

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ مَوْلَى الأَسْوَدِ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ أَبَا عَمْرِو بْنَ حَفْصٍ طَلَّقَهَا الْبَتَّةَ وَهُوَ غَائِبٌ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا وَكِيلُهُ بِشَعِيرٍ فَسَخِطَتْهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا لَكِ عَلَيْنَا مِنْ شَىْءٍ. فَجَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ « لَيْسَ لَكِ عَلَيْهِ نَفَقَةٌ ». فَأَمَرَهَا أَنْ تَعْتَدَّ فِى بَيْتِ أُمِّ شَرِيكٍ ثُمَّ قَالَ « تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِى اعْتَدِّى عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِينَ ثِيَابَكِ فَإِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِى ». قَالَتْ فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتَقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لاَ مَالَ لَهُ انْكِحِى أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ » .
19. Redaksi فلا يغشنا في مسجدنا

وَحَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ح قَالَ وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالاَ جَمِيعًا أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ بِهَذَا الإِسْنَادِ « مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ - يُرِيدُ الثُّومَ - فَلاَ يَغْشَنَا فِى مَسْجِدِنَا ». وَلَمْ يَذْكُرِ الْبَصَلَ وَالْكُرَّاثَ .
20. Redaksi ما لم تغش الكبائر
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِىُّ بْنُ حُجْرٍ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَاعِيلَ - قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ - أَخْبَرَنِى الْعَلاَءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ مَوْلَى الْحُرَقَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الصَّلاَةُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ » .
21. Redaksi فاغشنا به في مجالسنا
حدثنا أبو اليمان أخبرنا شعيب عن الزهري قال أخبرني عروة بن الزبير أن أسامة بن زيد رضي الله عنهما أخبره : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ركب على حمار على قطيفة فدكية وأردف أسامة بن زيد وراءه يعود سعد بن عبادة في بني الحارث بن الخزرج قبل وقعة بدر . قال حتى مر بمجلس فيه عبد الله بن أبي ابن سلول وذلك قبل أن يسلم عبد الله بن أبي فإذا في المجلس أخلاط من المسلمين والمشركين عبدة الأوثان واليهود والمسلمين وفي المجلس عبد الله بن رواحة فلما غشيت المجلس عجاجة الدابة خمر عبد الله بن أبي أنفه بردائه ثم قال لا تغبروا علينا فسلم رسول الله صلى الله عليه و سلم عليهم ثم وقف فنزل فدعاهم إلى الله وقرأ عليهم القرآن فقال عبد الله بن أبي ابن سلول أيها المرء إنه لا أحسن مما تقول إن كان حقا فلا تؤذنا به في مجالسنا ارجع إلى رحلك فمن جاءك فاقصص عليه . فقال عبد الله ابن رواحة بلى يا رسول الله فاغشنا به في مجالسنا فإنا نحب ذلك .
22. Redaksi حتى تجلاني الغشي
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن هشام بن عروة عن امرأته فاطمة بنت المنذر عن أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما أنها قالت : أتيت عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه و سلم حين خسفت الشمس فإذا الناس قيام يصلون وإذا هي قائمة تصلي فقلت ما الناس ؟ فأشارت بيدها إلى السماء وقالت سبحان الله . فقلت آية ؟ فأشارت أي نعم . قالت فقمت حتى تجلاني الغشي فجعلت أصب فوق رأسي الماء فلما انصرف رسول الله صلى الله عليه و سلم حمد الله وأثنى عليه ثم قال ( نا من شييء كنت لم أره إلا قد رأيته في مقامي هذا حتى الجنة والنار ولقد أوحي إلي أنكم تفتنون في القبور مثل أو قريبا من - فتنة الدجال لاأدري أيتهما قالت أسماء يؤتى أحدكم فيقال له ما علمك بهذا الرجل ؟ فأما المؤمن أو الموقن لاأدري أي ذلك قالت أسماء فيقول محمد رسول الله صلى الله عليه و سلم جاءنا بالبينات والهدى فأجبنا وآمنا واتبعنا فيقال له نم صالحا فقد علمنا إن كنت لموقنا وأما المنافق أو المرتاب لا أدري أيتهما قالت أسماء فيقول لاأدري سمعت الناس يقولون شيئا فقلته )
23. Redaksi فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ وَجَدَهُ فِى غَشِيَّةٍ
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى الصَّدَفِىُّ وَعَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ الْعَامِرِىُّ قَالاَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْحَارِثِ الأَنْصَارِىِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ فَأَتَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ وَجَدَهُ فِى غَشِيَّةٍ فَقَالَ « أَقَدْ قَضَى ». قَالُوا لاَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَبَكَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَكَوْا فَقَالَ « أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ - أَوْ يَرْحَمُ » .
24. Redaksi وتغشاني ما شاء الله
حدثنا عمر بن حفص حدثنا أبي حدثنا الأعمش عن المعرور عن أبي ذر قال : انتهيت إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو يقول في ظل الكعبة ( هم الأخسرون ورب الكعبة هم الأخسرون ورب الكعبة ) . قلت ما شأني أيرى في شيء ما شأني ؟ فجلست إليه وهو يقول فما استطعت أن أسكت وتغشاني ما شاء الله فقلت من هم بأبي أنت وأمي يا رسول الله ؟ قال ( الأكثرون أموالا إلا من قال هكذا وهكذا وهكذا )
25. Redaksi لما ثقل النبي صلى الله عليه و سلم جعل يتغشاه
حدثنا سليمان بن حرب حدثنا حماد عن ثابت عن أنس قال لما ثقل النبي صلى الله عليه و سلم جعل يتغشاه فقالت فاطمة عليها السلام واكرب أباه فقال لها ( ليس على أبيك كرب بعد اليوم ) . فلما مات قالت يا أبتاه أجاب ربا دعاه يا أبتاه من جنة الفردوس مأواه يا أبتاه إلى جبريل ننعاه . فلما دفن قالت فاطمة عليها السلام يا أنس أطابت أنفسكم أن تحثوا على رسول الله صلى الله عليه و سلم التراب
26. Redaksi والنبي صلى الله عليه و سلم متغش بثوبه

صحيح البخاري - (ج 1 / ص 335)
944 - حدثنا يحيى بن بكر قال حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شهاب عن عروة عن عائشة
: أن أبا بكر رضي الله عنه دخل عليها وعندها جاريتان في أيام منى تدففان وتضربان والنبي صلى الله عليه و سلم متغش بثوبه فانتهزهما أبو بكر فكشف النبي صلى الله عليه و سلم عن وجهه فقال ( دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد وتلك الأيام أيام منى )
27. Redaksi فوجده في غاشية أهله
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 439)
1242 - حدثنا أصبغ عن ابن وهب قال أخبرني عمرو عن سعيد بن الحارث الأنصاري عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : اشتكى سعد بن عبادة شكوى له فأتاه النبي صلى الله عليه و سلم يعوده مع عبد الرحمن بن عوف وسعد بن أبي وقاص وعبد الله بن مسعود رضي الله عنهم فلما دخل عليه فوجده في غاشية أهله فقال ( قد قضى ) . قالوا لا يا رسول الله فبكى النبي صلى الله عليه و سلم فلما رأى القوم بكاء النبي صلى الله عليه و سلم بكوا فقال ( ألا تسمعون إن الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب ولكن يعذب بهذا - وأشار إلى لسانه - أو يرحم وإن الميت يعذب ببكاء أهله عليه ) وكان عمر رضي الله عنه يضرب فيه بالعصا ويرمي بالحجارة ويحثي بالتراب
28. Redaksi فخرت مغشيا عليها
حدثنا محمد بن سلام أخبرنا ابن فضيل حدثنا حصين عن سفيان عن مسروق قال سألت أم رومان وهي أم عائشة عما قيل فيها ما قيل قالت : بينما أنا مع عائشة جالستان إذ ولجت علينا امرأة من الأنصار وهي تقول فعل الله بفلان وفعل قالت فقلت لم ؟ قالت إنه نما ذكر الحديث فقالت عائشة أي حديث ؟ فأخبرتها . قالت فسمعه أبو بكر ورسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ قالت نعم فخرت مغشيا عليها فما أفاقت إلا وعليها حمى بنافض فجاء النبي صلى الله عليه و سلم فقال ( ما لهذه ) . قلت حمى أخذتها من أجل حديث تحدث به فقعدت فقالت والله لئن حلفت لا تصدقونني ولئن اعتذرت لا تعذرونني فمثلي ومثلكم كمثل يعقوب وبنيه فالله المستعان على ما تصفون . فانصرف النبي صلى الله عليه و سلم فأنزل الله ما أنزل فأخبرها فقالت بحمد الله لا بحمد أحد
B. Hakekat Algisy dalam Perspektif Hadis Nabawi (Tinjauan ontologis)
Secara etimologi, ontologis berarti sesuatu yang sangat hakekat. dalam makalah ini pendekatan ontologis, berarti sebuah pendekatan yang menukik atau inti tentang apa yang dimaksudkan dengan algisy. Untuk menemukan hakekat algisy maka pembahasannya akan menelusuri makna-makna algsy yang dikandung dalam matan hadis-hadis nabi yang telah ditarjih.
Hadis-hadis nabi tentang algisy, menunjukkan satu makna yang terhimpun berdasarkan teks hadis dan konteksnya. Hal ini dapat dilacak berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :
1. Penipu Bukan Golonganku مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا (redaksi 1)
Hadis ini menunjukkan makna bahwa prilaku menipu itu bukanlah sikap dari golongan nabi Muhammad Saw. Jika sedemikian berat implikasi kata-kata tersebut maka dapat dipahami bahwa menipu itu adalah sikap yang kandungannya bisa mengeluarkan kita dari status bukan lagi golongan Muhammad.
Ungkapan ‘golongan Muhammad’ mencakup dimensi yang sangat luas dan dalam. Dimensi keberislaman yang di dalamnya tercipta hubungan antara yang propan dan yang kudus, antara manusia dengan manusia, antara mahluk dengan mahluk adalah sebuah kesatuan yang utuh yang dapat saja dengan mudah terberai hanya dengan sikap gisy atau kecurangan yang dilakukan oleh seseorang.
2. Pemimpin yang Menipu غَاشٌّ لِرَعِيَّتِه (redaksi 2)
Hadis ini memperingati pemimpin akan tanggung jawab dan amanahnya terhadap masyarakat. Jika lalai dari hal tersebut maka dalam hadis ini diancam dengan mengharamkan surga terhadapnya. Hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, idealnya adalah hubungan yang egaliter, transparan, dan pemenuhan akan hak serta kewajiban antara keduanya. Jika salah satu hal tersebut berjalan tidak harmonis maka, pemimpin rentan dikatakan telah melakukan gisy. Makna gisy pada hadis ini lebih luas jika makna memimpin itu masuk dalam kategori zaman sekarang. Pemimpin negara, pemimpin patai politik, pemimpin perusahaan dan lainnya. Seorang pemimpin negara memiliki celah berbuat gisy karena kotegori sistemik untuk meraih tampuk kekuasaan akan melibatkan janji-janji politik, kampanye, pertarungan elit partai yang kesemuanya rentan dengan kecurangan. Makna gisy dalam hadis ini dapat digeneralisasi dan diabstraksi atau dilakukan silogisme untuk mencakup kategori yang lebih luas.
3. Saya ini tidak menipu kalian أما إني لست بأغشهم لك (redaksi 3)
Hadis mengisahkan tentang seorang yang seakan berpura-pura sakit. Lalu dia berkata bahwa nabi pernah berkata bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menerima sadakah seseorang yang berlebihan (berpura/menipu) dan tidak sah shalat seseorang bagi yang tidak suci. Kotegori menipu dalam hadis ini adalah kategori yang menunjukkan sebuah keadaan yang lain dari keadaan yang sesungguhnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada intinya menipu itu adalah sikap yang bisa mengugurkan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh seseorang.
4. Saya tidak mendapati dalam diriku kepada seesorang dari kaum muslimin menipu لا أجد في نفسي لأحد من المسلمين غشا (edaksi 4)
Hadis ini lebih pada sebuah pernyataan tentang pentingnya algisy di nyatakan sebagai sikap yang tercela dan tidak seharusnya seorang muslim melakukan hal tersebut. Hadis ini mempelihatkan keutamaan sikap jujur dan pentingnya sikap keikhlasan manusia. Bahkan seakan-akan dua sikap tersebut jauh lebih penting dibandingkan dengan ibadah sunnah, semisal shalat malam.
Seseorang yang dijamin masuk surge oleh nabi Muhammad hanya karena dua hal yang utama pada dirinya, tidak pernah iri dan tidak pernah menipu, menunjukkan betapa mulainya sikap tidak iri dan sikap tidak menipu orang lain. Sikap ini adalah cerminan social yang sehat dan menunjukkan kedudukan akhlak yang sangat penting dalam Islam.
5. Makna lain
Hadis redaksi 7 إذا غشي أحدكم أهله, kata gasyia dalam redaksi ini bemakna suami menggauli istrinya. Hadis redaksi فلما غشيناه قال لا إله إلا الله فضربناه 17 kata gasysynaahu berarti mengintrogasi. Hadis redaksi 19 فلا يغشنا في مسجدنا kata yagsya bermakna mendekati. Hadis redaksi 20 ما لم تغش الكبائر, kata tugsya bermakna melakukan.
Makna ontologis algisy
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penelusuran makna algisy tiba pada kesimpulan bahwa secara ontologism algisy dalam persektif hadis nabawi adalah sebuah sikap atau tingka laku seseorang yang bernilai buruk sebagai lawan kata dari baik. Secara dasar algisy adalah nilai yang telah diikat dengan konotasi negative. Dari sekian hadis algisy yang ditahrij semuanya menunjukkan makna teks yang mengarah pada sikap yang tidak baik. Berdasarkan konteksnya, hadis mengenai algisy juga menunjukkan kasus-kasus yang mengarah pada konotasi buruk atau ahklak yang buruk. Algisy sendiri bermakna curang atau menipu yang merugikan orang lain yang merusak tatanan social masyarakat.
C. Memahami Algisy Berdasarkan Hadis (Tinjauan epistemologis)
Tinjauan epistemologis dalam makalah ini adalah meneliti model teks (hadis) dalam memproduksi wacana algisy dan sejauhmana relevansi makna yang dihasilkan teks dan realitasnya.
Teks hadis adalah bagian dari usaha yang bertujuan untuk menjelaskan makna-makna ayat-ayat yang termaktub di dalam Alquan dan kejadian-kejadian yang terekam pada masa-masa tertentu. Tentu dalam memaknai beberapa teks tersebut, tetap dibutuhkan interpetasi atau tafsir, bahkan mungkin “pen-takwilan”¬, walaupun bahan-bahan interpretasinya, pada mulanya diambil dengan jalan periwayatan. Dari periwayatan ini, beberapa cara atau metodologi-pendekatan yang ditemukan lalu berkembang dan dirumuskan oleh para pakar yang bergiat dibidang keilmuan ini. Metode yang dimaksud antara lain medote sejarah dan filsafat bahasa (hermeneutika, kajian teks dll).
Sejak wafatnya Nabi Muhammad hingga kini kegiatan “membongkar” makna hadisnya tidak pernah sepi dicatat oleh zaman. Masa khalifah, sesudah nabi Muhammad SAW, adalah era dimana digambarkan, sebagai awal dari zaman interpretasi kaum muslimin terhadap apa yang berkenaan dengan hadis bahkan, hatta kitab suci Al-Qur’an. Setelah nabi Muhmmad Saw wafat, otomatis segala persoalan keagamaan terlepas dari otoritas beliau. Sehinggah mau tak mau sahabat diharuskan melanjutkan otoritas ini. Tentu saja dengan beberapa situasi yang berbeda. Dianggkatnya Abu bakar menjadi khalifah kaum muslimin, sebagai pengganti nabi, tidak serta merta memberikan otoritas sepenuhnya seperti dengan keluasan otoritas Muhamad Saw yang digantikannya. Hingga kebijakan-kebijakan yang lahir, terutama menyangkut issu kevalidan sebuah makna menjadi sedikit beraneka. Masing-masing sahabat dalam menafsirkan sesuatu, mempunyai coraknya tersendiri. Kondisi ini tentu dikembangkan dengan beberapa hal, antara lain kondisi social politik dan geografis kewilayahan.
Persoalan algisy atau menipu adalah fenomena social budaya yang direkam pada masa tertentu. Artinya fenomena ini terbatas menjadi sederhana sesuai dengan kebenaran zamannya. Dari kumpulan hadis yang ditarjih, dapat ditemukan kasus algisy yang sederhana tersebut yang secara normative, meskipun sederhana tapi telah mampu menjelma makna algisy secara ontologism, bahwa cerminan sikap Algisy tersebut adalah sebuah nilai negative.
Interaksi social yang terjadi pada masa Nabi tidak sekomplex dengan yang terjadi di zaman modern. Rekam teks atas realitas di masa tersebut juga pasti terbatas (realitas partikuler). Sebab tidak mungkin meng-teskan sesuatu tanpa ada kejadian historisnya (realitasnya). Oleh karena itu hadis-hadis yang diajukan sebagai pabrik yang memproduksi wacana algisy akan terbatas pada kasus tertentu. Sedang di sisi lain aksi algisy adalah realitas yang terus-menerus berkembang dan dinamis. Persinggungan antara teks-bahasa dan realitas diungkapkan oleh Nasr Abu Hamid sebagai berikut :

Realitas tak terhingga jumlahnya. Realitas senantiasa bergerak dan mengalir terus. Sementara itu teks disisi lain, meskipun terbatas tapi mampu menjangkau realitas-ralitas tersebut karena bahasa memiliki kemampuan generalisasi dan abstraksi. Kemampuan teks menjangkau realitas baru harus didasari pada “tanda-tanda”, mungkin dalam strukrur teks dan mungkin juga dalam konteks sosial yang menjadi sasarannya
Disini makna teks bisa diunggkap, pertama, melalui analisis struktur bahasanya, kedua, dengan kembali ke konteks yang memperoduksinya. Sekalipun bahasa memiliki kemampuan generalisasi dan abstraksi tetapi bahasa juga memiliki keterbatasan tanda-tanda internalnya. Sebab teks akan jadi tak bermakna jika tak ada obyek materinya (realitas). Dalam pendekatan demikian teks hanya memuat rekam algsy secara kasuistik saja.
Jika cara pandang ini dikhususkan pada kejadian algisy, maka teks hadis hanya akan sampai pada makna generalisirnya. Kesimpulan yang di hasilkan hanya terbatas pada sisi ontologi algisy yang mengatakan bahwa algisy adalah sebuah sikap mental yang negative karena merugikan orang lain dan oleh karena itu dibenci oleh Allah dan rasulnya. Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana memahami dan mengatasi kejadian-kejadian algsy yang berkembang dewasa ini? Bagaimana menarik tanda-tanda struktur teks hadis algsy dengan fakta algisy yang mungkin saja ada disekitar kita? Apakah benar bahwa hadis hanya mampu memberikan solusi moral (normative) saja?
Menjawab masalah tesebut, oleh penulis mengajukan dua solusi epistemologi yang terkait dengan cara kita memahami algsy;
1. Berdasarkan periwayatan hadis dengan tidak hanya bertumpu pada struktur teks semata
2. Kedua tetap memperhatikan realitas manusia yang dinamis dengan pendekatan analisis empirik
Solusi pertama menawarkan kontekstualisasi teks dengan perubahan hingga pada taraf metodologi memahami hadist. Cara demikian adalah memberikan kepada kita pemahaman medologis tentang rangkaian kausal tersebut. Di Sana ada proses dialektika bahkan mungkin dialogika yang terjadi antara, sejarah, pelaku teks, penerima teks dan teks itu sendiri, yang membentuk satu jalinan dan tidak sah rasanya kalau hal tersebut diberaikan. Solusi kedua akan memperkaya wawasan kita mengenai fenomena budaya yang berkembang di mana peristiwa algisy harus dicurigai selalu ada.
D. Kontekstualisasi dan Implementasi Algisy dalam Kehidupan Kini (Tinjauan aksiologis)
Sebagaimana telah disiratkan pada latar belakang masalah, fenomena algisy pada zaman ini jauh lebih kompleks. Hal tersebut seiring dengan laju perkembangan teknologi dan komunikasi yang menyeret sisi kebudayaan manusia bercorak teknologi meninggalkan pusat, inti manusia. Dalam keadaan demikian tawaran-tawaran normative, semisal agama menjadi kurang penting dan kehilangan daya penyembuh. Manusia modern lebih memilih ke-aku-annya dalam bertingkah laku dan cenderung menafikan yang secret sebagai pedoman fitrawih.
Sisi kehidupan manusia dan interaksi social di dalamnya dipenuhi dengan tipu-menipu. Kehidupan social kita tak lagi mudah menggambarkan warnah putih sebagai simbol kejujuran dan keadilan yang benar. Sehingga timbul sebuah adagium di tengah masyarakat, bahwa pada kehidupan dulu seseorang dengan mudah dapat dipercaya sebagai orang yang amanah dan kita akan sulit menemukan manusia yang berkarakter penipu. Berbeda dengan zaman ini, di mana justru kita akan dengan muda menemukan penipu dan sangat sulit menemukan orang jujur dan adil.
Budaya menipu ada dan menyusup di mana-mana. Pada lembaga keagamaan, yayasan social, yayasan pendidikan, tokoh masyarakat, pemuka agama dan lainnya. Dimensi social ekonomi telah diwarnai dengan budaya menipu. Politik yang menipu, ekonomi yang gharar, hukum yang tidak adil dan lain sebagainya. Bentuk menipu pun kian menjadi rumit dan akan susah dideteksi dengan pandangan biasa.
Jika fenomena tersebut ditarik masuk dalam ranah hadis, maka diperlukan sebuah kontekstualisasi yang berbasis nilai-nilai inti dari budaya algisy. Nilai inti algisy adalah sebuah keburukan sikap yang telah diikat dan tidak mungkin berubah menjadi nilai yang baik. Dari dasar nilai yang demikian maka segala fenomena algisy, apapun bentuknya adalah keburukan sikap.
Nilai ini akan menjelma axiology jika terpatri dalam diri seseorang dan menjadi nilai bersama jika digerakkan melalu lajur-lajur system budaya yang sistemik. Untuk mewujudkan masyarakat yang bebas algisy, manusia harus lebih bersungguh-sungguh meningkatkan formula tawar budaya, lewat dekonstruksi-rekonstruksi pemahaman yang lebih memahami semangat zaman.
Termasuk bagaimana memahami sebuah teks yang tidak terlepas dari keharusan pembaca memahami realitas yang terjadi di wilayahnya. Ini kelihatan lebih kontekstual, seiring dengan pemahaman kontemporer yang menghendaki konsepsi sejarah dan humanitas lebih dikedepankan. Tapi apakah benar, bahwa tuntutan ini mengandung unsur kebaruan yang mesti ada, dalam artian bahwa realitas dan yang menyangkut unsur-unsurnya, akan memaksa manusia menafsirkan kandungan teks yang berkesesuaian dengan keadaan dunia sekarang. Kita akan mempersepsi hal secara beda. Tergantung bagaimana kita memahami sejarah, dinamika soasial dan ruang teks itu sendiri.
Jika unsur realitas diobyektivikasi kedalam bacaan teks, maka sangat mungkin kandungan teks dipahami seiring dengan semangat zaman dan dikatakan, dapat berdialog, bersinergis dengan sejarah. Sebaliknya jika teks-teks dibaca sebagai subyek yang otoriter dan menjustivikasi realitas, maka besar kemungkinan terjadi pendiskrupsian terhadap kenyataan. Atau lebih radikal dapat dikatakan bahwa keadaan seperti ini membawa pemahaman kandungan teks berada diruang hampa. Disinilah hukum kausalitas berlaku relevan dan pantas termasuk pun dalam memaknai teks hadis.
III. Penutup
A. Kesimpulan
1. Dalam perfektif hadis nabi hakekat algisy adalah sebuah sikap atau prilaku yang dilaksanakan oleh seseorang kepada orang lain atau dirinya sendiri dan menyebabkan kerugian mental maupun materi yang berimplikasi pada interaksi social manusia dan interaksi horisontalnya. Algisy adalah sikap yang bernilai buruk dan dikatakan satu-satunya hakekat algsy adalah keburukan.
2. Model hadis-hadis nabi (teks) dalam mengurai algisy dapat saja terbatas pada peristiwa tertentu. Karena penyederhanaan pembacaan kita terhadap teks dan kemampuan teks dalam menghimpun semua gejala algisy yang terjadi pada masa itu, menjadikan tema algisy harus di luaskan. Sesungguhnya muatan hadis tentang algisy telah memberikan kita landasan normative dalam melihat konteks algisy di masa-masa yang akan datang dengan menghubungkan peristiwa-peristiwa kontemporer yang kompleks.
3. Aksiologi algisy idealnya ditarik dari basis ontologinya untuk meredam situasi kekinian yang kompleks. Realitas budaya kontemporer telah menunjukkan fenomena algisy telah berkembang dan terjadi di mana-mana. Namun nilai ontologi belum cukup menjadi sandaran axiologinya, karena masih sebatas seruan normative. Oleh karena itu harus di kembangkan aspek lain yakni aspek epistemologinya.
0 Responses

Post a Comment